Purbaya Dalami Modus Pecah Usaha UMKM Lewat Integrasi Data Kemenkumham

JAKARTA – Pemerintah tengah menyiapkan langkah konkret untuk menindak praktik pecah usaha yang dilakukan oleh pelaku UMKM guna terus memanfaatkan tarif PPh final 0,5%. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut langkah itu akan didukung kolaborasi lintas kementerian melalui pemanfaatan data milik Kementerian Hukum dan HAM.

“Saya coba dalami lagi, bisa enggak kita deteksi itu dengan database yang ada di coretax maupun kerja sama dengan database di Kementerian Hukum,”

— Purbaya Yudhi Sadewa, dikutip Senin (13/10/2025)

Purbaya menjelaskan, pemerintah sudah mengantongi sejumlah indikasi praktik pecah usaha oleh pelaku UMKM yang omzetnya telah melampaui Rp4,8 miliar per tahun. Modus yang digunakan adalah dengan membagi bisnis menjadi beberapa entitas kecil agar tetap memenuhi syarat skema pajak UMKM.

Meski begitu, ia menekankan bahwa upaya ini tidak akan langsung menambah penerimaan pajak secara signifikan dalam jangka pendek. “Saya enggak harap dalam waktu setahun sudah menghasilkan jumlah yang signifikan, tapi kita akan monitor terus,” ujarnya.

Baca juga: Airlangga: Jangan Akali Pajak dengan Pecah Usaha UMKM, Harus Patuh

Sinergi Pemerintah dan Kemenkumham

Menurut Purbaya, pengawasan terhadap praktik pecah usaha perlu melibatkan Kemenkumham karena kementerian tersebut memiliki data legalitas badan usaha, termasuk struktur kepemilikan dan afiliasi antar entitas. Integrasi data dengan core tax system diharapkan dapat memudahkan Ditjen Pajak dalam mendeteksi penyalahgunaan fasilitas PPh final UMKM.

“Basis data Kemenkumham akan jadi kunci penting untuk memastikan satu wajib pajak tidak memecah usahanya menjadi beberapa perusahaan berbeda atas nama keluarga atau kerabat,” kata Purbaya.

Langkah ini, tambahnya, sejalan dengan semangat reformasi perpajakan dan transformasi digital DJP, yang menekankan pentingnya data-driven enforcement dalam pengawasan wajib pajak.

Airlangga: Jangan Manipulasi Skema PPh Final

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyoroti praktik pemecahan usaha dengan tujuan memanfaatkan tarif PPh final 0,5%. Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap memperpanjang fasilitas pajak UMKM hingga 2029 untuk wajib pajak orang pribadi, namun memperingatkan agar tidak ada penyalahgunaan skema.

“Pajaknya tetap final 0,5%, tapi jangan buka toko baru ketika omzetnya sudah Rp5 miliar diturunin ke toko tetangga, lalu tukar menukar faktur,”

— Airlangga Hartarto

Menurut Airlangga, pelaku usaha perlu memahami bahwa kebijakan pajak ini dibuat untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, bukan untuk dimanipulasi. Pemerintah akan memperkuat pengawasan terhadap perilaku wajib pajak yang mencoba menghindari perpindahan dari rezim final ke rezim umum.

Baca juga: DJP Gandeng BPKP dan PPATK untuk Tindak Pengemplang Pajak

Pemungutan Pajak Marketplace Ditunda

Selain isu UMKM, Purbaya juga mengumumkan bahwa pemerintah menunda penunjukan penyedia marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22. Penundaan dilakukan hingga ekonomi nasional tumbuh minimal 6%.

“Kalau ekonominya tumbuh 6% atau lebih, baru saya pertimbangkan,” ucapnya. Langkah ini diambil agar kebijakan pajak digital tidak menghambat pertumbuhan e-commerce yang sedang berkembang.

Skeptis terhadap Estimasi Shadow Economy

Purbaya juga menegaskan sikap skeptis terhadap perhitungan shadow economy atau ekonomi bayangan yang kerap dikaitkan dengan potensi pajak tersembunyi. Menurutnya, sifat ekonomi tersebut yang tidak terlihat membuat estimasinya sulit dilakukan secara akurat.

“Kalau namanya shadow ya shadow aja, enggak bisa ditangkap. Kalau ditangkap bukan shadow lagi.”

— Purbaya Yudhi Sadewa

Baca juga: Pemerintah Akan Kucurkan Stimulus Tambahan Kuartal IV 2025

Insentif untuk Pegawai Pajak dan Penataan WP Badora

Untuk menjaga motivasi pegawai Ditjen Pajak, Purbaya berencana menyiapkan bonus dan insentif kinerja bagi petugas yang berhasil meningkatkan rasio penerimaan. Ia menilai keseimbangan antara penghargaan dan penegakan disiplin akan memperkuat semangat reformasi birokrasi fiskal.

Selain itu, DJP menerbitkan PER-17/PJ/2025 yang mengatur ulang jenis wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing (KPP Badora), sejalan dengan ketentuan PMK 81/2024. Penyesuaian ini dilakukan demi kepastian hukum dan efisiensi administrasi perpajakan.

Baca juga: Kemenkeu Pastikan PPh 21 DTP Dinikmati Pegawai, Evaluasi Terus Dibuka

Kolaborasi Antar Lembaga Jadi Kunci

Purbaya menegaskan bahwa seluruh upaya pengawasan perpajakan, mulai dari pengendalian skema UMKM hingga reformasi kelembagaan DJP, hanya akan berhasil bila ada kolaborasi antarinstansi. Ia menyebut integrasi data antar lembaga merupakan masa depan kebijakan fiskal yang efisien.

“Pajak tidak hanya soal tarif, tapi soal kepercayaan publik dan kerja sama lintas kementerian. Kita akan perkuat semua aspek itu,” tutupnya.

Baca juga: Purbaya Ajak Pabrik Rokok Ilegal Masuk Sistem Legal Akhir 2025

Sumber Resmi Terkait

Exit mobile version