Kejar Setoran Pajak, DJP Gandeng BPKP dan PPATK Tindak Pengemplang

JakartaDirektorat Jenderal Pajak (DJP) memperkuat upaya penegakan kepatuhan melalui kolaborasi lintas lembaga. DJP resmi menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengejar setoran pajak dari para pengemplang, khususnya yang diduga memperoleh kekayaan secara tidak sah (illicit enrichment).

Multi-door approach kami laksanakan karena dalam setiap tindak pidana illicit enrichment pasti ada pajak yang belum ter-collect. Maka kami ketok pintu Kejaksaan Agung, BPKP, PPATK, OJK, KPK, kepolisian, agar kerugian negara dapat dikembalikan.”

— Bimo Wijayanto, Dirjen Pajak

Mengapa Kolaborasi Diperlukan?

Pengemplangan pajak tidak berdiri sendiri. Modusnya kerap terhubung dengan pelanggaran lain seperti tindak pidana keuangan, korupsi, atau pencucian uang. Karena itu, DJP membutuhkan dukungan data, audit, serta penelusuran aliran dana dari lembaga lain agar penegakan hukum lebih komprehensif dan efektif.

Baca juga: Gubernur Jatim Minta Porsi DBH Cukai Naik Jadi 10%

Ruang Lingkup Sinergi

  • PPATK: mendukung analisis transaksi keuangan mencurigakan dan penelusuran aset.
  • BPKP: memperkuat pembuktian melalui audit/pengawasan berbasis risiko terhadap entitas terkait.
  • Penegak hukum (Kejagung, KPK, Kepolisian): mendorong tindakan hukum lanjutan ketika ditemukan unsur pidana.

Dengan pendekatan ini, DJP menargetkan proses penagihan, pemeriksaan, hingga penindakan dapat berjalan serentak dan saling melengkapi—tidak hanya bertumpu pada administrasi perpajakan semata.

Prioritas: Tegas pada Non-Compliance, Persuasif pada yang Patuh

Menurut Bimo Wijayanto, DJP tetap menempatkan persuasi dan konsultasi sebagai jalur utama bagi wajib pajak beriktikad baik. Wajib pajak patuh bahkan akan memperoleh apresiasi. Namun, untuk kasus serious non-compliance, DJP tidak segan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.

Baca juga: Penagihan Utang Pajak Rp60 Triliun, Realisasi Melambat

Dorong Penagihan Tunggakan Inkrah

Sinergi ini juga ditujukan untuk mempercepat penagihan terhadap 200 penunggak pajak yang putusan sengketanya telah inkrah, dengan total tunggakan sekitar Rp60 triliun. Kolaborasi data dan kewenangan diharapkan memperkecil celah penghindaran, mempercepat pemulihan kerugian negara, dan memberi efek jera.

Apa Artinya bagi Wajib Pajak?

  1. Transparansi & kepatuhan jadi kunci. Pelaporan yang akurat dan pembayaran tepat waktu akan meminimalkan risiko sanksi.
  2. Data keuangan diawasi lintas lembaga. Skema berlapis membuat praktik penyamaran aset kian sulit.
  3. Ruang dialog tetap terbuka. Wajib pajak yang kooperatif dapat memanfaatkan jalur konsultasi dan pembinaan DJP.

Langkah Berikutnya

DJP bersama BPKP dan PPATK menindaklanjuti penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan rencana kerja bersama: pertukaran data terstruktur, task force kasus prioritas, dan evaluasi berkala atas progres penagihan. Targetnya, penerimaan negara meningkat sekaligus membangun budaya kepatuhan jangka panjang.

“Kerja sama ini menyasar pengemplang serius. Wajib pajak patuh tidak perlu khawatir.”

— Bimo Wijayanto

Sumber Terkait

Exit mobile version