Nazegelen juga dipersyaratkan atas surat kuasa yang dibuat di luar negeri. Istilah ini sudah lama dikenal dalam ketentuan perpajakan di Indonesia. Lantas, apa sebenarnya arti nazegelen?
“Nazegelen atau pemeteraian kemudian adalah cara pembayaran bea meterai yang dilakukan belakangan, bukan saat dokumen pertama kali dibuat atau ditandatangani.”
Istilah nazegelen dapat ditemukan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (UU Bea Meterai lama) dan juga dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.7/2012. Ketentuan terbaru mengenai nazegelen kini diatur dalam UU No. 10/2020 tentang Bea Meterai serta PMK 78/2024.
Dasar Hukum Nazegelen
Berdasarkan ketentuan, pemeteraian kemudian harus disahkan oleh pejabat yang ditunjuk Menteri Keuangan. Ada 2 pejabat yang berwenang:
- Pejabat PT Pos Indonesia (Persero), yang mengesahkan dokumen dengan cap pemeteraian kemudian menggunakan meterai tempel.
- Pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang dapat mengesahkan dengan meterai tempel, meterai elektronik, maupun Surat Setoran Pajak (SSP).
Selain untuk dokumen perpajakan, nazegelen juga berfungsi dalam konteks hukum. Misalnya, dokumen yang akan diajukan sebagai bukti di pengadilan namun belum atau kurang dibubuhi meterai. Penerapan ini memperkuat legalitas dokumen sehingga sah digunakan sebagai alat bukti.
Kapan Dokumen Wajib Di-Nazegelen?
Ada dua jenis dokumen yang wajib dilakukan pemeteraian kemudian:
- Dokumen yang terutang bea meterai tetapi belum atau kurang dibayar.
- Dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, termasuk dokumen yang awalnya bukan objek bea meterai.
Namun, jika dokumen sudah dibubuhi meterai sesuai ketentuan sejak awal, tidak ada kewajiban melakukan nazegelen. Hal ini sejalan dengan prinsip kepastian hukum di bidang perpajakan.
Cara Melakukan Nazegelen
Pemeteraian kemudian dilakukan dengan menempelkan meterai pada dokumen, lalu diberi cap atau stempel resmi oleh pejabat yang berwenang. Untuk dokumen tertentu, dapat juga dilakukan secara elektronik.
Misalnya, sebuah surat perjanjian yang awalnya tidak termasuk objek bea meterai, tetapi ketika hendak dipakai sebagai alat bukti di pengadilan, surat tersebut harus diberi meterai kemudian disahkan. Proses inilah yang disebut nazegelen. Praktik ini serupa dengan kepatuhan dokumen di bidang kepabeanan.
Ringkasan
Secara sederhana, nazegelen adalah pembayaran bea meterai yang dilakukan belakangan karena kebutuhan hukum tertentu. Penerapannya menjadi penting agar dokumen sah di mata hukum, terutama ketika diajukan di pengadilan. Kepatuhan terhadap bea meterai juga bagian dari kebijakan fiskal nasional.