Serikat Pekerja Desak Moratorium Cukai Rokok, Peringatkan Risiko PHK Massal

 Jakarta – Pemerintah memastikan tidak akan menerapkan pajak baru pada 2026 untuk menjaga daya beli masyarakat. Namun, serikat pekerja menilai kebijakan itu masih belum cukup. Mereka mendesak agar kebijakan penundaan tersebut juga mencakup moratorium kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang dinilai sangat membebani industri padat karya.Ketua Umum Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Sudarto, menegaskan penghentian kenaikan CHT selama tiga tahun akan membantu mencegah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Kami meminta agar kebijakan di 2026 juga mencakup penghentian sementara kenaikan cukai rokok. Moratorium CHT akan menjadi penyangga di tengah melemahnya daya beli dan meningkatnya angka pengangguran,” ujar Sudarto, Senin (15/9/2025).

Baca Juga : Pemerintah Jamin Program Jalan Meski Pajak Shortfall

Selain desakan serikat pekerja, pengamat fiskal juga menilai konsistensi pemerintah menjaga daya beli perlu diimbangi dengan tata kelola penerimaan negara yang lebih kuat. Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Elizabeth Kusrini, menyebut reformasi administrasi perpajakan, penguatan basis data wajib pajak, serta penindakan penghindaran pajak harus tetap berjalan.

“Menahan tarif bukan berarti kebijakan pasif. Reformasi administrasi, penguatan basis data wajib pajak, hingga penindakan penghindaran pajak tetap harus dijalankan agar penerimaan negara tetap terjaga,” jelas Elizabeth.

Elizabeth juga mengingatkan bahwa CHT berkontribusi lebih dari 10% terhadap total penerimaan perpajakan. Dengan penerimaan CHT pada 2024 yang mencapai Rp230 triliun, keputusan moratorium tidak bisa diambil secara tergesa-gesa. Meski demikian, penundaan kenaikan cukai dinilai mampu menjaga daya beli sekaligus menekan peredaran rokok ilegal.

Baca Juga  IKPI Surabaya dan Sidoarjo Perkuat Persaudaraan Lewat Bulu Tangkis

Kementerian Keuangan mencatat peredaran rokok ilegal masih menjadi masalah serius dengan potensi kerugian puluhan triliun rupiah per tahun. Hal ini membuat pemerintah dihadapkan pada dilema: menjaga stabilitas sosial-ekonomi melalui perlindungan pekerja, atau tetap mengandalkan penerimaan fiskal dari sektor tembakau.

Exit mobile version