JAKARTA, PajakNow.id – Kementerian Keuangan menyoroti keberadaan shadow economy atau kegiatan ekonomi yang tidak tercatat sebagai salah satu faktor utama rendahnya tax ratio di Indonesia. Fenomena ini kembali dibahas dalam ulasan media nasional pada Rabu (28/8/2025).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menjelaskan, besarnya shadow economy berbanding terbalik dengan tax ratio. “Ketergantungan sebuah negara pada sektor informal membuat tax ratio cenderung rendah,” ujarnya.
Baca juga: Pekanbaru Imbau Warga Segera Manfaatkan Pemutihan PBB
Empat Faktor Penentu Tax Ratio
Yon menyebut ada 4 faktor utama yang menentukan tinggi rendahnya tax ratio di Indonesia:
- Pembangunan ekonomi – dipengaruhi pendapatan per kapita, jumlah populasi, literasi, ketimpangan, hingga harapan hidup.
- Struktur ekonomi – termasuk besarnya sektor informal atau shadow economy.
- Tata kelola negara – mencakup reformasi kebijakan, pemberantasan korupsi, hingga penegakan hukum.
- Tax gap – selisih antara penerimaan aktual dengan potensi penerimaan, dipengaruhi policy gap dan compliance gap.
“Besaran shadow economy berbanding terbalik dengan tax ratio. Semakin besar sektor informal, semakin sulit tax ratio naik.”
Baca juga: NPWP Wanita Kawin Kini Tidak Dihapus, Hanya Dinonaktifkan
Kinerja Tax Ratio RI
Pada 2024, tax ratio Indonesia hanya 10,08%, dan pada 2025 diperkirakan turun tipis menjadi 10,03%. Dalam pembahasan RAPBN 2026, pemerintah dan DPR menetapkan target 11,52% hingga 15,01%. Angka ini menunjukkan upaya serius meningkatkan kontribusi pajak terhadap PDB, meski tantangannya tidak sederhana.
Strategi Meningkatkan Tax Ratio
Founder DDTC Darussalam menekankan tiga strategi besar untuk mengerek tax ratio: pertama, menuntaskan masalah fundamental pajak; kedua, memperbaiki anomali struktur penerimaan; dan ketiga, menutup titik kebocoran pajak. “Apabila tiga aspek ini berhasil ditangani, tax ratio Indonesia akan meningkat,” ujarnya dalam Webinar Nasional ISEI Seri 5.
Baca juga: PPnBM Barang Mewah: Tarif, Jenis, dan Pengecualian
Tantangan Implementasi CRM
Pemerintah juga menyinggung implementasi compliance risk management (CRM) untuk pengawasan pajak. Tiga tantangan utama adalah kualitas data yang belum optimal, keterbatasan SDM, dan perlunya integrasi lintas fungsi. “Diperlukan penguatan infrastruktur data, pelatihan teknis, serta tata kelola CRM yang konsisten,” tulis pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2026.
Baca juga: Seminar Nasional IKPI Jadi Ajang Strategis & Silaturahmi
Kebijakan Pajak Lainnya
- PPN DTP 100% atas rumah diperpanjang hingga akhir tahun melalui PMK 60/2025, agar masyarakat lebih mudah memiliki hunian.
- Pajak ekonomi digital difokuskan untuk memperluas basis penerimaan. Transaksi digital 2024 mencapai Rp1.454 triliun atau tumbuh 6,6%.
- Kepatuhan formal turun karena faktor teknis libur panjang, bukan kondisi ekonomi.
- Dominasi pekerja informal masih menjadi tantangan besar yang menekan tax ratio.
Baca juga: Kanada Cabut Bea Masuk Retaliasi demi Muluskan Nego Dagang
Harapan ke Depan
Pemerintah berharap kombinasi kebijakan struktural, perbaikan tata kelola, digitalisasi administrasi, serta peningkatan literasi pajak akan menjadi kunci mencapai target tax ratio 2026. Namun, langkah besar diperlukan untuk menekan shadow economy dan memperluas basis pajak, termasuk dari sektor digital dan informal.