Kemenkeu Fokus Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak di 2026

JAKARTA — Selasa, 19 Agustus 2025

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa untuk mencapai target penerimaan pajak tahun 2026, fokus utama adalah pada peningkatan kepatuhan wajib pajak (WP), bukan melalui kebijakan kenaikan tarif atau pajak baru. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp2.357,7 triliun, sebuah lonjakan signifikan 13,5% dibandingkan dengan proyeksi penerimaan 2025 yang sebesar Rp2.076,9 triliun.

Febrio Nathan Kacaribu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir terkait kenaikan pajak. “Tidak ada kenaikan tarif, semua tetap sesuai Undang-Undang. Menteri Keuangan sudah menegaskan bahwa fokus pemerintah adalah meningkatkan kepatuhan wajib pajak,” ujarnya di Jakarta, Selasa (19/8/2025).


Baca juga: Cukai Rokok 2026, Sri Mulyani Tunggu Arahan Prabowo

Kemenkeu memandang bahwa salah satu kunci utama untuk mencapai target penerimaan pajak yang ambisius adalah penertiban ekonomi bayangan (shadow economy). Pemerintah berencana memperkuat pengawasan sektor-sektor dengan potensi shadow economy tinggi, seperti perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan. Selain itu, pemerintah akan memperbaiki pencocokan data pelaku usaha di platform digital yang belum sepenuhnya tercatat secara fiskal.

Proyeksi Penerimaan Pajak dan Tantangan yang Dihadapi

Meski optimis, target penerimaan yang ambisius ini memicu kekhawatiran dari beberapa kalangan pengamat. Riandy Laksono, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), mengingatkan bahwa proyeksi kenaikan 13% sulit tercapai jika melihat tren historis. “Secara historis, penerimaan pajak hanya tumbuh 5–6 persen. Kenaikan dua digit biasanya terjadi ketika ada commodity boom. Saat ini, kita tidak melihat adanya sumber pertumbuhan baru yang signifikan,” jelas Riandy dalam diskusi di Jakarta, Senin (18/8/2025).

“Jika target terlalu tinggi, pemerintah berisiko menekan basis pajak yang sudah ada, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penghasilan (PPh). Ini bisa berdampak negatif terhadap konsumsi masyarakat di tengah ancaman perlambatan ekonomi,” tegas Riandy.


Baca juga: PKB Ingatkan Sri Mulyani, Pajak dan Zakat Tak Bisa Disamakan

Strategi Kemenkeu: Fokus pada Kepatuhan dan Pengawasan

Meski tantangan besar ada di depan mata, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, telah mengeluarkan PMK 56/2025 yang mengatur pelaksanaan efisiensi anggaran serta upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak. Dalam PMK ini, pemerintah menekankan bahwa hasil efisiensi anggaran akan digunakan untuk kegiatan prioritas yang telah ditetapkan oleh Presiden.

PMK 56/2025 juga menyoroti sektor-sektor dengan potensi shadow economy tinggi dan memberikan kewenangan kepada menteri keuangan untuk menetapkan besaran efisiensi anggaran yang dapat dilakukan oleh kementerian/lembaga.

Masa Depan Pajak di Indonesia: Menunggu Implementasi

Dengan begitu, keberhasilan pemerintah mencapai target penerimaan pajak 2026 akan sangat ditentukan oleh efektivitas strategi peningkatan kepatuhan WP, serta langkah-langkah pengawasan yang lebih ketat terhadap shadow economy. Pemerintah berharap dengan pendekatan ini, masyarakat dapat merasakan manfaat langsung dari layanan publik yang lebih baik dan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

“APBN kita utamakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan layanan publik terbaik untuk rakyat,” tambahnya.

Informasi Lainnya yang Terkait

Untuk informasi lebih lanjut tentang kebijakan fiskal terkait penerbangan, Anda dapat mengunjungi situs resmi
International Civil Aviation Organization (ICAO),
yang memberikan wawasan lebih dalam tentang peraturan pajak global untuk industri penerbangan.

Exit mobile version