Konsep Dasar PPN JLN
Dasar hukum pengenaan PPN JLN tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e UU PPN.
Artinya, siapa pun yang menggunakan jasa dari luar daerah pabean di dalam negeri wajib menghitung, menyetor, dan melaporkan PPN sendiri.
“PPN JLN memastikan setiap jasa luar negeri yang dimanfaatkan di Indonesia tetap berkontribusi pada penerimaan negara.”
Pengenaan ini selaras dengan kebijakan perpajakan lain, misalnya pengaturan peran PJAP yang semakin mendukung sistem coretax administration.
Dasar Hukum yang Berlaku
Beberapa regulasi yang mengatur pemanfaatan jasa luar negeri antara lain:
- UU PPN
- PMK 40/2010 jo PMK 81/2024
- SE-147/PJ/2010 yang merinci cakupan JKP dari luar negeri
Dokumen ini menjadi pedoman utama bagi wajib pajak agar dapat memungut dan melaporkan PPN JLN secara benar.
Kriteria JKP dari Luar Negeri
Merujuk SE-147/PJ/2010, jasa dari luar negeri dianggap sebagai objek PPN JLN jika memenuhi empat kriteria berikut secara kumulatif:
- Diberikan oleh pihak yang berdomisili di luar daerah pabean.
- Tidak menjadikan pemberi jasa sebagai subjek pajak dalam negeri.
- Kegiatan pemanfaatan dilakukan di Indonesia.
- Dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam negeri.
Ketentuan ini dibuat untuk menghindari celah, sehingga hanya jasa yang benar-benar dimanfaatkan di Indonesia yang dikenai pajak.
Contoh Kasus Nyata
Konsultasi Hukum Lintas Negara
PT ABC di Jakarta menyewa Y Pte Ltd dari Singapura untuk menangani perkara hukum. Dua konsultan dikirim ke Indonesia, namun perusahaan pemberi jasa tetap bukan subjek pajak dalam negeri. Maka, jasa tersebut dikenai PPN JLN yang harus dipungut oleh PT ABC.
Sewa Alat Berat
Wajib pajak menyewa alat berat dari luar negeri. Atas jasa sewa tersebut terutang PPN JLN. Namun, impor alat beratnya tidak dikenai PPN sesuai PER-8/PJ/2025, asalkan wajib pajak memiliki surat keterangan resmi. Perlakuan ini mirip dengan fasilitas rush handling di kepabeanan yang memberi kemudahan barang tertentu masuk lebih cepat tanpa hambatan administratif.
Prinsip Destinasi dalam PPN
Pengenaan PPN JLN berlandaskan prinsip destinasi, yaitu pajak dipungut di tempat konsumsi terjadi. Jadi, selama jasa luar negeri digunakan di Indonesia, PPN wajib dikenakan.
“Prinsip destinasi memastikan Indonesia tetap berdaulat atas setiap aktivitas ekonomi yang memanfaatkan jasa luar negeri.”
Prinsip ini juga menjadi bagian dari transformasi pelaporan berbasis Coretax. Wajib pajak kini memiliki panduan lebih jelas, misalnya terkait pelaporan SPT karyawan di sistem baru
Coretax DJP.
Istilah Terkait
Dalam praktiknya, pemanfaatan jasa lintas negara kerap berkaitan dengan dokumen atau istilah lain, misalnya nazegelen dalam bea meterai. Pemahaman istilah ini penting agar wajib pajak tidak salah langkah dalam administrasi.
Kesimpulan
PPN JLN hadir untuk menyetarakan perlakuan antara barang impor dan jasa impor. Barang fisik maupun jasa dari luar negeri yang dimanfaatkan di Indonesia sama-sama dikenai pajak, sehingga asas keadilan dan penerimaan negara tetap terjaga. Dengan memahami dasar hukum, kriteria, hingga contoh nyata, wajib pajak dapat mengelola kewajiban perpajakan secara lebih baik. Kebijakan ini juga bagian dari komitmen pemerintah membangun sistem perpajakan modern dan transparan.