“Sepanjang transaksi sudah memenuhi ketentuan Pasal 217 ayat (1) huruf h PMK 81/2024, maka pembeli wajib memungut PPh Pasal 22 sekaligus menerbitkan bukti unifikasi,” jelas Kring Pajak melalui akun resminya, Selasa (9/9/2025).
Kewajiban ini mencakup dua tahap penting. Pertama, menerbitkan bukti pemungutan. Kedua, melakukan penyetoran ke kas negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Adapun tarif pungutan ditetapkan sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN. Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan penerimaan pajak sektor pertambangan lebih optimal dan transparan.
Selain itu, PMK 81/2024 juga menjelaskan bahwa izin usaha pertambangan yang dimaksud mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batu bara. Dengan demikian, hanya pihak yang memiliki izin resmi yang menjadi subjek transaksi ini, sementara badan usaha pembeli wajib mematuhi aturan pemungutan PPh Pasal 22.
Aturan ini juga memperluas cakupan pihak yang menjadi pemungut. Tidak hanya badan usaha pertambangan, tetapi juga bank devisa, Ditjen Bea dan Cukai, instansi pemerintah, hingga BUMN strategis. Sejumlah industri besar seperti semen, baja, otomotif, farmasi, dan pupuk, serta agen pemegang merek kendaraan bermotor, importir bahan bakar, bahkan produsen hasil perkebunan dan kehutanan juga termasuk ke dalam kategori pemungut PPh Pasal 22.
Pemerintah berharap aturan ini tidak hanya meningkatkan kepatuhan pajak, tetapi juga memperkuat basis data fiskal dalam industri pertambangan dan sektor terkait. Dengan adanya pungutan di setiap transaksi, potensi kebocoran penerimaan pajak dapat ditekan. Bagi badan usaha, kepatuhan dalam pemungutan dan penyetoran menjadi bagian penting untuk menghindari sanksi administrasi maupun denda.
“PMK 81/2024 memperluas cakupan pemungut PPh Pasal 22 agar penerimaan negara dari sektor strategis bisa lebih terjamin,” terang DJP.
Pada akhirnya, kewajiban pemungutan ini menegaskan peran badan usaha sebagai garda depan penerimaan pajak, khususnya dalam sektor yang berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Perusahaan yang bergerak di bidang tambang maupun industri hilir kini harus lebih cermat dalam mengelola transaksi agar tidak terlewat kewajiban perpajakan yang sudah diatur secara detail dalam PMK 81/2024.