“Kabinet yang akan berakhir masa jabatannya telah menyetujui perpanjangan tarif PPN 7% hingga akhir September 2026. Kebijakan ini diambil untuk mempertahankan stabilitas konsumsi rumah tangga dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.”
Baca Juga : Trump Tekan Eropa Naikkan Tarif 100% untuk China & India
PPN 7% Jadi Simbol Stabilitas Ekonomi
Sejak diperkenalkan pada 1992, tarif PPN Thailand awalnya ditetapkan sebesar 10%. Namun, krisis keuangan Asia pada 1997 membuat pemerintah memangkasnya menjadi 7% untuk menjaga perekonomian. Hingga kini, tarif tersebut tidak pernah dinaikkan lagi, meski undang-undang mengamanatkan evaluasi tahunan.
Selama 28 tahun terakhir, setiap pemerintahan di Thailand memilih untuk mempertahankan tarif rendah ini demi alasan politik dan ekonomi. Tarif PPN 7% akhirnya menjadi semacam “paket stimulus permanen” yang dinilai membantu menjaga daya beli masyarakat sekaligus menarik investasi.
Usulan Naik ke 10% Ditolak Kabinet
Menteri Keuangan Pichai Chunhavajira sebelumnya mengusulkan kenaikan tarif menjadi 10% dengan alasan untuk memperkuat penerimaan negara. Ia menilai beban belanja sosial yang meningkat perlu diimbangi dengan tambahan pendapatan pajak.
Namun, usulan tersebut ditolak kabinet karena dikhawatirkan akan menghambat pemulihan ekonomi pascapandemi dan memperlambat laju konsumsi masyarakat kelas menengah.
“Mempertahankan tarif PPN saat ini akan lebih bermanfaat bagi ekspansi ekonomi dan menjaga stabilitas daya beli masyarakat.” – Bangkok Post
Baca Juga : Korsel Kerahkan 2.000 Fiskus Tagih Pajak Rp1.317 T
Perbandingan dengan Negara ASEAN
Jika dibandingkan dengan negara tetangga, tarif PPN Thailand tergolong rendah. Indonesia memberlakukan PPN sebesar 11% dan berencana naik ke 12% pada 2025. Vietnam menetapkan tarif PPN standar 10%, sementara Filipina mematok PPN 12%.
Dengan mempertahankan tarif di level 7%, Thailand dinilai memberikan daya saing lebih bagi sektor perdagangan dan pariwisata, dua sektor yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini juga diyakini akan membantu menjaga aliran investasi asing yang kerap mempertimbangkan stabilitas fiskal sebelum menanamkan modal.
Prospek ke Depan
Analis ekonomi menilai kebijakan mempertahankan PPN 7% akan memberi ruang bagi pemerintah baru untuk fokus pada reformasi struktural lainnya, seperti efisiensi belanja negara, digitalisasi perpajakan, serta pengetatan pengawasan pajak untuk sektor ekonomi digital.
Meski begitu, perdebatan soal idealnya tarif PPN tetap terbuka. Sebagian kalangan menilai pemerintah perlu menyeimbangkan kebutuhan belanja sosial yang terus meningkat dengan sumber penerimaan baru agar defisit fiskal tidak melebar.