JAKARTA, PajakNow – Pemeriksaan terhadap wajib pajak karena adanya data konkret kini memiliki jangka waktu yang jauh lebih singkat. Kebijakan baru ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2025 dan menjadi sorotan utama sejumlah media nasional pada Senin (6/10/2025).
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan data konkret tergolong sebagai pemeriksaan spesifik. Pemeriksaan jenis ini digunakan untuk menguji kepatuhan pajak secara sederhana atas 1 atau beberapa pos dalam SPT dan/atau SPOP.
“Pemeriksaan spesifik adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan secara spesifik atas 1 atau beberapa pos dalam SPT dan/atau SPOP, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.”
— Pasal 1 angka 9 PMK 15/2025
Waktu Pemeriksaan dan PAHP Jadi Lebih Singkat
Pemeriksaan spesifik akibat data konkret kini dibatasi maksimal 10 hari kerja untuk proses pengujian, serta 10 hari kerja tambahan untuk pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP) dan pelaporan. Artinya, seluruh proses pemeriksaan bisa diselesaikan dalam waktu sekitar dua minggu.
Namun, pemeriksaan jenis ini juga mengubah sejumlah hak wajib pajak serta kewajiban pemeriksa. Misalnya, pemeriksa tidak lagi wajib mengadakan pertemuan setelah surat pemberitahuan pemeriksaan dikirimkan.
“Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) dikecualikan dalam hal pemeriksaan dilakukan dengan tipe pemeriksaan spesifik,” tulis Pasal 11 ayat (9) PMK 15/2025.
Baca juga: Restitusi Pajak Januari–Agustus 2025 Tembus Rp304,3 Triliun
Hak Wajib Pajak yang Dihilangkan
Selain pengurangan jangka waktu, beberapa hak wajib pajak juga ditiadakan dalam pemeriksaan karena data konkret. Pertama, tidak ada pembahasan temuan sementara antara wajib pajak dan pemeriksa. Akibatnya, wajib pajak kehilangan hak untuk menghadiri pembahasan tersebut, memberikan keterangan tambahan, atau menghadirkan saksi dan ahli.
Pembahasan temuan sementara sejatinya berfungsi untuk memastikan bahwa setiap koreksi pemeriksa didukung bukti kuat. Namun dalam pemeriksaan spesifik, seluruh proses dilakukan lebih cepat dan berbasis data sistem.
Kedua, wajib pajak juga kehilangan hak untuk mengajukan quality assurance (QA). Berdasarkan Pasal 8 ayat (2) huruf i PMK 15/2025, hak QA tidak berlaku dalam pemeriksaan yang dilakukan atas dasar data konkret.
“Hak pengajuan pembahasan dengan tim QA pemeriksaan dikecualikan bagi wajib pajak yang diperiksa dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf l.”
— PMK 15/2025
Baca juga: RUU Revisi UU PPSK Masuk Paripurna DPR
3 Jenis Data Konkret yang Bisa Jadi Dasar Pemeriksaan
DJP juga telah menerbitkan PER-18/PJ/2025 tentang tindak lanjut atas data konkret, yang menjadi salah satu faktor dilakukannya pemeriksaan. Terdapat tiga jenis data konkret yang diakui sebagai dasar pemeriksaan pajak:
- Faktur Pajak yang telah disetujui dalam sistem DJP namun tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh wajib pajak.
- Bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa oleh penerbit bukti tersebut.
- Bukti transaksi atau data perpajakan lain yang dapat digunakan untuk menghitung kembali kewajiban perpajakan wajib pajak.
Dengan data konkret ini, pemeriksa dapat segera melakukan validasi cepat tanpa harus melalui mekanisme pemeriksaan reguler yang panjang.
Baca juga: Pemungutan Pajak Marketplace Tak Berlaku Otomatis
Pemeriksaan Kilat, Risiko Respons Wajib Pajak
Meski lebih cepat, sistem pemeriksaan berbasis data konkret menuntut kesiapan wajib pajak dalam melengkapi dokumen dan pembukuan. Sebab, minimnya interaksi langsung dengan pemeriksa membuat ruang klarifikasi menjadi terbatas.
Namun, DJP menilai langkah ini sebagai bentuk efisiensi untuk memastikan pengawasan pajak berbasis data dapat berjalan optimal. Pemeriksaan cepat juga diharapkan memperkuat keadilan fiskal dengan menindak wajib pajak yang tidak patuh tanpa mengganggu mereka yang taat.
Baca juga: DPR Sahkan RUU BUMN, Transaksi Holding Akan Punya Aturan Pajak Khusus
Konteks Lain: Kebijakan Pajak dan Fiskal Terbaru
Selain kebijakan pemeriksaan pajak, beberapa topik fiskal juga menjadi perhatian publik. Pemerintah belum juga memungut pajak atas penghasilan dari perusahaan digital asing seperti Netflix, Google, dan Facebook karena belum ada dasar hukum untuk mengenakan pajak PMSE. Kemenkeu menyebut regulasi baru akan menjadi langkah fundamental.
Sementara itu, MA tengah mendorong revisi UU Pengadilan Pajak sesuai amanat Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023. Di sisi lain, penerimaan pajak pribadi meningkat 39,1% hingga Agustus 2025, didorong kontribusi pekerja bebas profesional.
Di sektor lain, Bea Cukai mencatat 22.064 penindakan barang ilegal dengan nilai tegahan mencapai Rp6,8 triliun sepanjang Januari–September 2025, sebagai bagian dari komitmen menjaga ekosistem perdagangan yang sehat dan berdaya saing.
Baca juga: USKP B Oktober 2025: Jawaban Salah Tak Lagi Kurangi Skor Peserta
Baca juga: Cukai Rokok Tetap 2026, Purbaya Janji Tegas Lawan Rokok Ilegal