Dalam praktiknya, sejumlah negara dengan mayoritas penduduk Muslim berupaya mengintegrasikan zakat ke dalam kebijakan fiskal. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk meningkatkan kepatuhan, tetapi juga untuk memperluas dampak zakat sebagai instrumen distribusi kesejahteraan.
Zakat dan Keterlibatan Negara
Kuwait dan Arab Saudi menjadi contoh di mana pengelolaan zakat sangat terinstitusionalisasi. Kementerian Keuangan berperan aktif dalam pengumpulan zakat, dan dana yang terkumpul dialokasikan sebagai bagian dari anggaran perlindungan sosial. Manfaatnya meluas, mulai dari jaminan pensiun hingga bantuan bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, janda, dan anak yatim.
“Di banyak negara Muslim, zakat tidak hanya dianggap ibadah, melainkan juga bagian dari strategi fiskal untuk memperkuat perlindungan sosial.”
Insentif Pajak bagi Muzakki
Laporan Overview of Zakat Practices Around the World (UNICEF & IPC-IG, 2022) menunjukkan ada sedikitnya 7 negara yang memberikan insentif pajak kepada pembayar zakat (muzakki). Mekanismenya bervariasi, mulai dari menjadikan zakat sebagai pengurang pajak terutang hingga sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
- Malaysia menjadi negara paling progresif. Setiap RM1 zakat yang dibayarkan, pajak terutang muzakki otomatis dikurangi RM1 pada tahun yang sama.
- Yordania memperlakukan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, dengan syarat disalurkan melalui Dana Zakat resmi. Namun kini berkembang dorongan agar zakat bisa dijadikan pengurang langsung atas pajak terutang.
- Pakistan melalui Ordonansi Pajak Penghasilan 1979 mengatur bahwa zakat yang dibayarkan dikurangkan dari total penghasilan dalam perhitungan kewajiban pajak. Model serupa juga diterapkan di Sudan, Singapura, dan Bangladesh.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia pun memberikan pengakuan fiskal terhadap zakat. Berdasarkan ketentuan perpajakan, zakat dapat menjadi pengurang penghasilan bruto dalam perhitungan pajak terutang. Akan tetapi, ada syarat penting: zakat hanya sah sebagai pengurang pajak bila disalurkan melalui badan resmi yang diakui pemerintah, seperti BAZNAS atau lembaga amil zakat (LAZ) yang terdaftar.
Dengan begitu, zakat di Indonesia tidak langsung mengurangi pajak terutang sebagaimana di Malaysia, melainkan menurunkan penghasilan kena pajak terlebih dahulu. Meski berbeda mekanisme, kebijakan ini tetap menunjukkan bahwa pemerintah melihat zakat sebagai bagian dari ekosistem fiskal nasional.
Tantangan ke Depan
Perlakuan zakat dalam sistem pajak memperlihatkan tren global bahwa zakat tidak hanya berperan sebagai ibadah, melainkan juga sebagai instrumen kebijakan ekonomi. Bagi Indonesia, tantangan yang tersisa adalah meningkatkan literasi masyarakat agar muzakki memanfaatkan fasilitas pengurang pajak ini. Dengan begitu, zakat bisa semakin berdampak pada pembangunan sosial sekaligus meningkatkan kepatuhan pajak.