JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tetap konsisten menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 agar tidak melewati batas 3% terhadap produk domestik bruto (PDB). Komitmen ini, menurutnya, bukan sekadar angka teknis, melainkan sinyal penting mengenai stabilitas fiskal Indonesia di mata investor dan masyarakat internasional.
Pemerintah menegaskan disiplin fiskal jadi senjata utama menjaga defisit APBN tetap di bawah 3% PDB, sembari mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kita ikut undang-undang yang ada. Itu bukan keputusan saya pribadi, melainkan keputusan pemerintah secara keseluruhan.” — Purbaya Yudhi Sadewa
Purbaya menambahkan, pemerintah berpegang pada Undang-Undang Keuangan Negara yang menetapkan batas maksimal defisit di angka 3%. Karena itu, tidak ada rencana untuk melonggarkan ketentuan tersebut. Disiplin fiskal dipandang krusial agar kepercayaan pasar tetap terjaga, terlebih di tengah kondisi global yang masih penuh ketidakpastian.
Akselerasi Belanja Prioritas
Salah satu strategi utama pemerintah adalah mempercepat belanja prioritas. Program-program yang menyentuh sektor infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial akan dikebut realisasinya. Harapannya, efek ganda dari belanja ini mampu mendorong konsumsi masyarakat, menciptakan lapangan kerja, sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemerintah juga tengah menyiapkan skema stimulus tambahan untuk menopang daya beli masyarakat. Meski detail kebijakan pendapatan negara, terutama sektor perpajakan, belum dipaparkan secara lengkap, sinyal percepatan stimulus menunjukkan bahwa pemerintah tidak akan membiarkan perekonomian melambat.
Target Defisit 2025
Dalam UU APBN 2025, defisit ditetapkan sebesar Rp616,2 triliun atau setara 2,53% dari PDB. Namun, seiring berbagai program prioritas, pemerintah memperkirakan defisit bisa mencapai Rp662 triliun atau 2,78% PDB.
Angka ini masih berada di bawah batas 3% sehingga tetap sejalan dengan aturan fiskal yang berlaku.
Purbaya menegaskan bahwa menjaga defisit pada level aman bukan berarti mengorbankan belanja produktif. Justru, defisit yang sehat memungkinkan pemerintah meminjam dengan biaya lebih rendah, karena pasar melihat risiko fiskal Indonesia tetap terkelola.
Outlook RAPBN 2026
Sementara itu, dalam Rancangan APBN (RAPBN) 2026, pemerintah mengusulkan defisit sebesar Rp638,8 triliun atau 2,48% PDB. Angka ini lebih rendah dibanding proyeksi 2025. Saat ini, proses pembahasan RAPBN 2026 masih berlangsung di DPR, dengan fokus memastikan belanja tetap produktif dan penerimaan negara bisa ditingkatkan secara berkelanjutan.
Utang dan Rasio Debt to GDP
Defisit yang terkendali juga bertujuan menjaga agar utang pemerintah tidak membengkak. Menurut Purbaya, dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, rasio utang terhadap PDB (debt to GDP ratio) justru berpotensi turun. Artinya, meski nominal utang bertambah, beban relatif terhadap perekonomian nasional menjadi lebih ringan.
“Dengan defisit yang terkendali, kita bisa menjaga kepercayaan pasar dan memastikan keberlanjutan fiskal Indonesia.” — Purbaya Yudhi Sadewa
Purbaya menekankan, kebijakan fiskal tidak boleh hanya dilihat dari sisi angka defisit semata. Kombinasi antara belanja yang produktif, penerimaan yang optimal, serta manajemen utang yang hati-hati akan menentukan arah keberlanjutan fiskal Indonesia dalam jangka panjang.
Ke depan, pemerintah juga akan terus memperbaiki tata kelola pendapatan negara, khususnya sektor perpajakan. Modernisasi administrasi pajak dan penerapan teknologi digital diyakini bisa meningkatkan kepatuhan dan memperkuat basis penerimaan tanpa harus menaikkan tarif pajak secara drastis.