Zakat adalah kewajiban religius bagi umat Islam dengan dimensi spiritual dan sosial, sedangkan pajak adalah kewajiban negara berdasarkan hukum positif, ujarnya.
Perbedaan Fundamental
Pajak merupakan kontribusi memaksa berdasarkan undang-undang untuk membiayai negara tanpa dikaitkan langsung pada asas spiritualitas. Sementara zakat bersumber dari perintah agama dan hanya wajib bagi yang memenuhi nisab. Penyalurannya dilakukan kepada mustahik melalui amil zakat sesuai syariat.
Zakat lahir dari iman dan niat suci, sedangkan pajak dari otoritas negara. Menyamakan keduanya bisa menyesatkan arah kebijakan
, tegas Cak Udin.
Keadilan Fiskal Harus Ditegakkan
Cak Udin menekankan pajak harus mempertimbangkan kemampuan wajib pajak agar kelompok rentan dan UMKM tidak dibebani setara dengan konglomerat. Prinsip proporsionalitas dan keadilan sosial perlu menjadi landasan utama.
Ia juga meminta pemerintah berhati-hati menggunakan analogi publik yang menyangkut keuangan umat dan memperkuat literasi fiskal dengan pendekatan yang peka konteks sosial, ekonomi, dan religius.
Pernyataan Sri Mulyani dan Latar Belakang
Pada Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (13/8/2025), Sri Mulyani mengatakan pajak, zakat, dan wakaf memiliki tujuan serupa: menyalurkan sebagian rezeki kepada yang membutuhkan. Ia memaparkan program yang dibiayai pajak seperti Program Keluarga Harapan untuk 10 juta keluarga miskin, bantuan sembako untuk 18 juta keluarga, subsidi UMKM, dan layanan kesehatan gratis.
Ia juga menyoroti pendidikan lewat Sekolah Rakyat yang digagas Presiden Prabowo, serta subsidi pupuk dan alat pertanian untuk petani. Semua ini adalah wujud keadilan sosial yang bisa dipadukan dengan prinsip ekonomi syariah, jelasnya.
Catatan Penting
Polemik ini menunjukkan pentingnya ketepatan komunikasi kebijakan publik, khususnya pada isu yang memadukan aspek fiskal dan agama. Cak Udin berharap pemerintah menghormati perbedaan karakteristik pajak dan zakat, serta mengedepankan keadilan fiskal bagi semua lapisan masyarakat.