BANDUNG — Menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) menerbitkan imbauan pembebasan PBB-P2 Jabar. Melalui surat yang hari ini diedarkan, Pemprov mengajak bupati/wali kota membebaskan tunggakan PBB-P2 perorangan bagi semua golongan, 2024 ke belakang, meniru skema pemutihan PKB yang dinilai efektif.
Baca juga: PBB-P2
- Pembebasan PBB-P2 Jabar menyasar tunggakan perorangan.
- Cakupan 2024 ke belakang, meringankan beban warga jelang HUT RI.
- Skema meniru pemutihan PKB untuk dorong kepatuhan pajak.
Imbauan ini bertujuan membangun semangat bersama serta mengurangi beban masyarakat, sambil menumbuhkan kebiasaan tertib bayar pajak tanpa menekan kelompok rentan. Implementasi teknis—syarat, jadwal, kanal layanan, hingga verifikasi berada pada kewenangan bupati/wali kota di masing-masing daerah.
Pembebasan PBB-P2 Jabar: Ringkasan & Tujuan
Esensi kebijakan adalah membebaskan tunggakan PBB-P2 perorangan untuk seluruh golongan dengan cakupan 2024 ke belakang. Fokus per orang dipilih agar manfaat lebih tepat sasaran, mudah dievaluasi, dan efektif mendorong kepatuhan pajak ke depan.
Baca juga: Pajak Daerah
Ruang Lingkup & Dasar Kebijakan
Dari sisi koridor hukum, keringanan/insentif pajak daerah memiliki landasan pada UU 1/2022 (HKPD) dan ketentuan pelaksana seperti PP 35/2023, yang memberi ruang kepada kepala daerah untuk menetapkan pengurangan, keringanan, pembebasan, atau penghapusan sanksi sesuai kondisi daerah.
Baca juga: Pemutihan Pajak

Pembebasan PBB-P2 Jabar: Mekanisme di Daerah
Pemerintah kabupaten/kota dapat menetapkan periode layanan, merinci syarat administrasi (KTP/NPWP, SPPT, bukti kepemilikan), menyiapkan loket offline dan kanal daring, serta menyusun prosedur verifikasi. Komunikasi publik yang jelas membantu wajib pajak mengikuti alur dari cek data → validasi → pemrosesan → konfirmasi.
Dampak untuk Warga & Ekonomi Lokal
Dengan tata kelola yang baik, kebijakan ini dapat menopang daya beli, menggerakkan ekonomi lokal, dan memperbaiki kepatuhan pajak. Akuntabilitas fiskal dijaga lewat pelaporan berkala agar pelaksanaan mudah diaudit dan tidak menimbulkan ketidakpastian penerimaan.
“Beban masyarakat sebaiknya diringankan; tradisi membayar pajak perlu dibangun tanpa bersifat memberatkan.”
Pada akhirnya, inisiatif ini menegaskan gotong royong fiskal: masyarakat kian patuh dan tertib, sementara pemerintah hadir dengan keringanan yang tepat serta pengelolaan pajak yang amanah demi kemaslahatan bersama.