Berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) 857/2025, pengurangan pokok PBB dapat diberikan jika kenaikan ketetapan PBB suatu objek mencapai lebih dari 25% dibandingkan tahun sebelumnya. Besarnya pengurangan bisa mencapai 50% dari nilai PBB yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
“Pengurangan pokok PBB-P2 … diberikan … sebesar paling tinggi 50% dari PBB-P2 yang harus dibayar,”
Kepgub 857/2025
Pengurangan PBB dapat diberikan meskipun pajak dalam surat ketetapan belum dilunasi, dan tanpa syarat bebas tunggakan pajak daerah. Namun, kebijakan ini hanya berlaku untuk PBB tahun pajak berjalan, bukan tahun sebelumnya.
Baca Juga: Pemutihan PKB Dongkrak Penerimaan Pajak Daerah Sumsel
Prosedur Pengajuan
Wajib pajak tidak diwajibkan melampirkan dokumen khusus ketika mengajukan permohonan. Meski demikian, proses tetap mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) 27/2025. Pasal 9 ayat (1) pergub tersebut menyebutkan, permohonan pengurangan bisa diajukan jika:
- Tidak diajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran.
- Pernah diajukan, tetapi ditolak atau tidak dipertimbangkan.
- Tidak diajukan keberatan.
- Keberatan diajukan tetapi ditolak atau dicabut oleh wajib pajak.
Kepgub 857/2025 ditetapkan pada 24 September 2025 dan berlaku surut sejak 27 Agustus 2025. Dengan aturan ini, beban wajib pajak diharapkan bisa lebih terkendali di tengah naiknya ketetapan PBB.
Penyebab Kenaikan PBB
Kenaikan ketetapan PBB dapat terjadi karena dua hal utama, yaitu revisi tarif PBB melalui perda atau kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP). Umumnya, lonjakan PBB dipicu penetapan ulang NJOP yang dilakukan secara berkala oleh pemerintah daerah.
Baca Juga: Pemutihan PKB Kalteng Diperpanjang hingga 31 Desember 2025
Untuk mengantisipasi lonjakan akibat NJOP, pemerintah daerah memiliki wewenang menentukan persentase NJOP yang menjadi dasar perhitungan pajak. Sesuai UU HKPD, PBB dapat dikenakan atas 20% hingga 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak.