SAMARINDA — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengakui masih menghadapi persoalan serius dalam pengelolaan pajak daerah. Kendala utama terletak pada kualitas pendataan wajib pajak (WP) yang belum optimal.
Kondisi di lapangan sering kali berbeda dengan catatan resmi. Banyak kendaraan sudah pindah kepemilikan tanpa balik nama, sebagian lain tidak lagi beroperasi, atau pemiliknya pindah domisili. Akibatnya, potensi penerimaan pajak terhambat.
Dampak Buruk Terhadap Penerimaan
Minimnya pembaruan data berdampak langsung pada lambatnya proses verifikasi. Konsekuensinya, upaya penagihan pajak menjadi tidak efektif dan piutang pajak semakin menumpuk.
Selain itu, lemahnya basis data membuat kebijakan fiskal daerah sulit disusun secara akurat. Pemerintah tidak bisa memproyeksikan penerimaan secara tepat karena data tidak mencerminkan realitas di lapangan.
Di sisi lain, keterbatasan literasi pajak masyarakat memperburuk situasi. Meski sosialisasi rutin digelar, pemahaman publik tentang prosedur pajak daerah masih rendah.
Khususnya di wilayah pedalaman dan terpencil, akses terhadap informasi pajak masih terbatas. Kondisi ini menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat dalam melunasi kewajiban.
Strategi Baru: Digitalisasi dan Integrasi
Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, Pemprov Kaltim menyiapkan strategi pendataan baru. Strategi ini memanfaatkan teknologi digital dan integrasi lintas lembaga.
Langkah utama adalah membangun centralized data system atau sistem data terpusat. Sistem ini akan menghubungkan Bapenda, Polda, dan Samsat dalam satu platform yang bisa diakses secara real time.
Dengan integrasi tersebut, informasi kendaraan dan status pajaknya bisa diperbarui secara cepat. Hal ini sekaligus mengurangi potensi manipulasi data dan meningkatkan transparansi.
Tidak hanya itu, Bapenda juga akan memperluas kanal edukasi. Edukasi tidak lagi terbatas pada pertemuan tatap muka, tetapi juga diperluas ke media sosial, radio lokal, dan kemitraan dengan pemerintah kabupaten/kota.
Pendekatan ini diyakini mampu menjangkau masyarakat yang selama ini belum tersentuh sosialisasi.
Untuk informasi tambahan mengenai kebijakan daerah lain, pembaca dapat merujuk ke infosatu.co yang kerap memuat isu fiskal dan kebijakan publik di Kalimantan.
Efisiensi, Transparansi, dan Kepatuhan
Integrasi data diharapkan membuat administrasi pajak lebih efisien. Proses verifikasi bisa dipangkas, biaya operasional berkurang, dan waktu pelayanan menjadi lebih singkat.
Selain itu, transparansi juga meningkat karena semua lembaga terkait menggunakan data yang sama. Masyarakat pun bisa lebih percaya terhadap sistem pemungutan pajak daerah.
Pada tahap selanjutnya, peningkatan kepatuhan akan berdampak positif pada penerimaan. Dengan basis data yang lebih akurat, potensi kebocoran penerimaan dapat ditekan.
Bila strategi ini berhasil, penerimaan pajak daerah akan naik. Peningkatan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat infrastruktur, memperbaiki pelayanan publik, dan mendukung program pembangunan berkelanjutan.
Optimisme Pemerintah Daerah
Kepala Bapenda Kaltim menyatakan optimis bahwa jurus baru ini akan membawa hasil. Menurutnya, pajak daerah adalah sumber pembiayaan utama untuk pembangunan di Kaltim.
Jika sistem data terpusat berjalan baik, maka target penerimaan pajak bisa tercapai. Bahkan, ke depan, daerah mampu menambah kapasitas fiskalnya untuk proyek strategis.
Dia menekankan pentingnya kolaborasi seluruh pihak. Tanpa dukungan masyarakat dan aparatur di lapangan, strategi digitalisasi hanya akan menjadi wacana.
Karena itu, selain teknologi, pemprov juga fokus pada perubahan budaya kerja. Aparatur dituntut lebih proaktif, transparan, dan adaptif terhadap perubahan.