Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali memperbarui ketentuannya, kali ini terkait mekanisme pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak atau restitusi. Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2025, pemerintah mengubah beberapa poin dalam aturan sebelumnya untuk memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi Wajib Pajak (WP).
Kebijakan ini menjadi penting bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Berisiko Rendah yang berhak mendapatkan fasilitas restitusi dipercepat. Di tengah maraknya pembaruan regulasi, seperti aturan pajak baru untuk pedagang online, pemahaman mendalam atas setiap perubahan menjadi kunci kepatuhan.
Poin Utama Perubahan: Validasi Kredit Pajak Diperketat
Salah satu perubahan paling signifikan dalam aturan ini adalah penegasan syarat kredit Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan dalam permohonan restitusi. Tujuannya adalah untuk memastikan data yang digunakan valid dan terintegrasi dengan sistem DJP.
Syarat Pajak Masukan yang Dapat Direstitusi
Kini, Pajak Masukan yang bisa diklaim harus tercantum dalam dokumen-dokumen berikut dan memenuhi syarat pelaporan atau validasi:
- Faktur Pajak yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh pihak penerbit faktur.
- Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dan telah dilaporkan oleh pihak penerbit.
- Dokumen pemberitahuan pabean impor yang telah dipertukarkan secara elektronik antara DJP dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Dokumen impor yang diunggah oleh Wajib Pajak pemohon, dengan syarat wajib mencantumkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
- Surat penetapan pembayaran dari Bea Cukai untuk barang kiriman, yang juga wajib mencantumkan NTPN dan telah tervalidasi di sistem.
Jika kredit pajak tidak memenuhi ketentuan di atas, maka tidak akan diperhitungkan dalam permohonan restitusi pendahuluan.
“Aturan baru ini bertujuan memastikan proses restitusi berjalan lebih efisien dan memberikan kepastian hukum, baik bagi Wajib Pajak maupun fiskus.”
Solusi Bagi WP Orang Pribadi yang Salah Lapor SPT
Aturan ini juga membawa angin segar bagi Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu yang melakukan kesalahan saat lapor SPT Tahunan 2024. Seringkali terjadi WP keliru mengkreditkan PPh Pasal 21, sehingga SPT-nya menunjukkan status “lebih bayar” padahal seharusnya tidak.
Sebelumnya, kondisi ini bisa berujung pada pemeriksaan pajak (Pasal 17B UU KUP). Kini, melalui PER-16/PJ/2025, permohonan tersebut akan diperlakukan sebagai berikut:
- Dianggap tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak.
- Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) tidak akan diterbitkan, dan WP akan diberi pemberitahuan.
- Permohonan tidak akan ditindaklanjuti dengan proses pemeriksaan pajak.
Ketentuan ini berlaku spesifik untuk WP Orang Pribadi non-ASN/TNI/Polri/Pensiunan yang hanya memiliki satu pemberi kerja. Penting bagi setiap WP untuk selalu menjaga data administrasi perpajakannya, termasuk memahami status NPWP-nya. Jika sudah tidak relevan, mengetahui cara nonaktif atau menghapus NPWP adalah hal yang krusial.
Secara keseluruhan, pembaruan ini menunjukkan komitmen DJP untuk menyempurnakan proses bisnisnya. Di satu sisi memperketat validasi untuk mencegah penyalahgunaan, di sisi lain memberikan solusi praktis atas masalah umum yang dihadapi Wajib Pajak. Untuk mendalami lebih lanjut berbagai aturan pajak baru di Indonesia, Anda dapat mengunjungi portal edukasi terpercaya atau situs resmi Direktorat Jenderal Pajak.