“SmartWeb bisa menampilkan pihak-pihak yang memiliki related party hingga lapisan yang kita inginkan. Kami bisa menguji sekaligus memberitahu Ditjen AHU siapa saja individu yang terlibat.”
— Max Darmawan, Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP
Melalui SmartWeb, DJP dapat menelusuri potensi hubungan istimewa antara individu dan korporasi untuk mengidentifikasi pemilik manfaat sebenarnya. Pendekatan ini diyakini memperkuat fungsi analisis risiko dan membantu mendeteksi penyalahgunaan struktur kepemilikan perusahaan.
Selain untuk pengawasan data, DJP juga menggunakan informasi kepemilikan manfaat dalam berbagai proses bisnis utama, termasuk pemeriksaan, penagihan, pemeriksaan bukti permulaan (bukper), dan penyidikan pajak.
“Kami bisa mendeteksi kehadiran pemilik manfaat dari pemberian imbalan jasa yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasar. Itu menjadi sinyal hubungan istimewa atau pihak yang memperoleh benefit atas keuntungan korporasi.”
— Max Darmawan
Dengan sistem ini, DJP dapat mengidentifikasi individu yang berpotensi menerima keuntungan tidak wajar sebagai pemilik manfaat, memperkuat fungsi pengawasan terhadap praktik penghindaran pajak. Sistem ini juga selaras dengan standar transparansi keuangan global yang diatur oleh Financial Action Task Force (FATF).
Sejak 2019 hingga 2025, DJP telah menggunakan 107 data korporasi dan 152 data kepemilikan manfaat yang diterima dari Ditjen AHU untuk keperluan pengamanan penerimaan negara. Data ini menjadi acuan penting dalam mengungkap praktik penghindaran pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Informasi mengenai inisiatif serupa juga dapat ditemukan pada OECD Global Forum on Transparency.
Untuk memperkuat sinergi, DJP dan Ditjen AHU telah memperbarui Perjanjian Kerja Sama (PKS) mengenai pertukaran data beneficial ownership. PKS terbaru memuat rincian elemen data yang dapat dipertukarkan sesuai kewenangan masing-masing lembaga, sejalan dengan semangat transparansi fiskal nasional.
Melalui kerja sama ini, kedua instansi sepakat meningkatkan akurasi dan validitas data kepemilikan manfaat. Max juga mendorong agar Ditjen AHU aktif melakukan uji silang terhadap informasi yang dilaporkan oleh korporasi.
“Kami mengajak Ditjen AHU untuk bersama-sama menguji kebenaran data beneficial ownership agar hasilnya bisa digunakan secara akurat dalam pengawasan pajak.”
— Max Darmawan